Perbandingan Keamanan dan Konversi Tuberkulin dari Vaksin BCG Strain Moskow dan Vaksin BCG Strain Pasteur pada Bayi

Dr. dr. Ni Putu Siadi Purniti, Sp.A(K), Ni Putu Siadi Purniti and Dr. dr. Ida Bagus Subanada, Sp.A(K), Ida Bagus Subanada and dr. Ayu Setyorini Mestika Mayangsari, M.Sc,Sp.A(K), Ayu Setyorini Mestika Mayangsari and dr. Putu Junara Putra, Sp.A(K), Putu Junara Putra and dr. I Wayan Gustawan,MSc,Sp.A(K), I Wayan Gustawan and Dr. dr. I Gusti Ayu Trisna Windiani, SpA(K), I Gusti Ayu Trisna Windiani (2015) Perbandingan Keamanan dan Konversi Tuberkulin dari Vaksin BCG Strain Moskow dan Vaksin BCG Strain Pasteur pada Bayi. Sari Pediatri, 17 (3). ISSN 169-74

[img] Archive
24a1656fa5ed69afdce4e7a951db3dc5.pdf - Published Version

Download (493kB)

Abstract

Perbandingan Keamanan dan Konversi Tuberkulin dari Vaksin BCG
Strain Moskow dan Vaksin BCG Strain Pasteur pada Bayi
Ni Putu Siadi Purniti,* Novilia Sjafri Bachtiar,** Ida Bagus Subanada,* Ayu Setyorini,* Putu Junara Putra,* Wayan Gustawan,*
IGA Trisna Windiani,* Julitasari S,*** Syafriyal,***Rini Mulia Sari**
* Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, **PT Bio Farma, ***Komnas KIPI
Latar belakang. Pemberian vaksin BCG pada bayi masih menjadi kebijakan pemerintah Indonesia dan WHO.
Tujuan. Membandingkan keamanan dan konversi tuberkulin vaksin BCG strain Moskow dengan strain Pasteur.
Metode. Tergabung dalam penelitian ini 220 bayi 0-1 bulan, kelompok A menerima vaksin BCG strain Pasteur, dan kelompok
B menerima strain Moskow dengan randomisasi tersamar tunggal. Reaksi lokal dan sistemik yang timbul diamati hingga 30 hari
pasca imunisasi. Uji tuberkulin dilakukan pada hari ke-90 pasca imunisasi, dengan pembacaan 48-72 jam kemudian.
Hasil. Terdapat 205 anak berhasil menyelesaikan studi. Pembesaran kelenjar getah bening ditemukan pada kedua kelompok,
masing-masing 2 bayi, yang sembuh sendiri tanpa pengobatan. Tidak ditemukan kejadian ikutan pasca imunisasi serius karena
vaksin BCG. Jumlah bayi yang mempunyai jaringan parut dan konversi tuberkulin tidak berbeda signifikan, p=0,578 dan p=0,205
(p>0.05).
Kesimpulan.Vaksin BCG strain Pasteur dan strain Moskow mempunyai profil keamanan dan konversi tuberkulin yang relatif
sama. Sari Pediatri 2015;17(3):169-74.
Kata kunci: BCG, keamanan, konversi tuberkulin
Safety and Tuberculin Conversion following BCG Moscow Strain Vaccination
compared to BCG Pasteur Strain in Indonesian Infants
Ni Putu Siadi Purniti,* Novilia Sjafri Bachtiar,** Ida Bagus Subanada,* Ayu Setyorini,* Putu Junara Putra,* Wayan Gustawan,*
IGA Trisna Windiani,* Julitasari S,*** Syafriyal,***Rini Mulia Sari**
Background. BCG vaccination for infants is still recommended by WHO and Immunization Program in Indonesia.
Objective. To compare the safety and the tuberculin conversion following BCG vaccination with Moscow Strain compared to
Pasteur Strain.
Method. Total of 220 infants aged 0-1 month were enrolled into this study, and were randomized into two groups: Group A
that received BCG Pasteur Strain while group B received BCG Moscow Strain. Local reactions and systemic events were monitored
within 30 days following immunization. Tuberculin test was done at day 90th day and was ”read”/evaluated within 48-72
hours.
Result. About 205 infants completed the study. Regional limphadenitis were found in both groups, 2 cases in each group, and
recovered with out any medication. No serious adverse event was found to be related with BCG vaccines in both groups. Infants
with BCG scar and tuberculin conversion were not significantly different in both groupswith p=0.578 and p=0.205 (p>0.05
respectively).
Conclusion. BCG vaccines from Pasteur strain and Moscow strain are relatively similar in term of safety and tuberculin conversion.
Sari Pediatri 2015;17(3):169-74.
Keywords: BCG, safety, tuberculin conversion
Alamat korespondensi: Dr. Putu Siadi Purniti, SpA(K). Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah. Jl. Pulau
Nias, Denpasar. Tel. +62-361-227911 E-mail: siadi_purniti@idai.or.id
170
Ni Putu Siadi Purniti dkk: Perbandingan keamanan dan konversi tuberkulin vaksin BCG Strain Moskow dan Pasteur
Sari Pediatri, Vol. 17, No. 3, Oktober 2015
S
alah satu penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi adalah tuberkulosis, meskipun protektivitasnya
mempunyai rentang yang sangat
lebar, antara 20% hingga 80%.1
Sampai saat
ini, infeksi tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah
kesehatan dan diperkirakan sepertiga penduduk dunia
terpapar dengan bakteri tuberkulosis setiap tahunnya.
Secara global, Mycobacterium tuberculosis menginfeksi
kurang lebih 9 juta kasus baru dengan 1,7 juta kematian
setiap tahunnya, 200.000 di antaranya berhubungan
dengan penderita HIV. Di beberapa negara maju, peningkatan
kasus baru TB sejalan dengan meningkatnya
jumlah penderita HIV.2-4 Menurut data WHO tahun
2014, Asia Tenggara adalah penyumbang terbanyak
kasus tuberkulosis (39%), di India saja sudah 26%.5
Saat ini, Indonesia berada pada peringkat ke lima
negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi
prevalensi TB semua kasus adalah 660,000 (WHO,
2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000
kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB
diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya.6
Respon imun yang dihasilkan setelah imunisasi
BCG tidak sepenuhnya dipahami. Namun demikian,
WHO tetap merekomendasikan pemberian vaksin
BCG 1 dosis pada semua bayi segera setelah lahir
pada daerah dengan beban penyakit tuberkulosis yang
tinggi, seperti di Indonesia.7
Sebagian besar studi lapangan menunjukkan
bahwa vaksin BCG efektif mencegah penyakit
tuberkulosis yang berat seperti meningitis dan
tuberkulosis diseminata. Hasil ini menunjukkan bahwa
BCG berperan dalam mencegah penyebaran kuman
tubekulosis melalui darah. Dengan demikian, vaksin
BCG bukan mencegah penyakit tuberkulosis, tetapi
menahan pertumbuhan fokus perimer pada paru dan
kelenjar getah bening dan mencegah penularan secara
limfohematogenus.2
Kebutuhan vaksin BCG program imunisasi di Indonesia
dipenuhi oleh Bio Farma untuk mengantisipasi
peningkatan kebutuhan. Sementara produksi tidak
dapat ditingkatkan maka Bio Farma perlu mendatangkan
vaksin BCG dari perusahaan vaksin di India,
Serum Institute of India (SII). Vaksin tersebut adalah
vaksin yang sudah mendapat registrasi di negara asalnya
India. Namun, karena akan digunakan pada program
imunisasi nasional, perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui efek vaksin pada bayi di Indonesia. Pada
penelitian ini akan dievaluasi reaksi lokal dan sistemik,
kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) serius, serta
mengamati konversi tuberkulin yang terjadi pada
masing-masing kelompok.
Metode
Penelitian intervensi dilakukan di Departemen Ilmu
Kesehatan Anak FK UNUD/ RSUP Sanglah, pada
periode Januari-Juli 2012. Penelitian mendapat persetujuan
etik dari Komite Etik Unit Penelitian dan Pengembangan
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana,
Nomor:620/Skrt/VIII/2011. Subjek penelitian terdiri
atas 220 bayi usia 0-1 bulan yang lahir di RS Sanglah.
Bayi yang lahir cukup bulan, dengan partus normal,
sehat, orang tua menyetujui dan menandatangani formulir
informed consent akan mendapat nomor inklusi
dan kelompok random. Kelompok A menerima vaksin
BCG strain Pasteur (Bio Farma), dan kelompok B
menerima vaksin BCG strain Moskow (SII) dengan
desain blok randomisasi dan tersamar tunggal.
Setiap subjek mendapat 1 dosis vaksin BCG sesuai
grup randomnya yang diberikan secara intradermal.
Pengamatan terhadap reaksi lokal dan sistemik yang
timbul dilakukan pada 24 jam (K-1), 7 hari (K-2),
30hari (K-3) pasca imunisasi. Tambahan pengamatan
reaksi lokal dilakukan pada 60 (K-4) dan 90 (K-5) hari
pasca imunisasi. Kejadian ikutan pasca imunisasi serius
(KIPI serius) diamati hingga 30 hari pasca imunisasi.
Uji tuberkulin dilakukan pada 90 hari pasca imunisasi,
dan reaksi yang timbul diamati setelah 48-72 jam. Semua
hasil yang diperoleh dibandingkan antara kelompok
A dan B. Perbedaan proporsi akan dibandingkan
dengan chi-square atau eksak Fisher.
Hasil
Terdapat 205 bayi berhasil menyelesaikan penelitian ini.
Tabel 1 memperlihatkan bahwa pada kedua kelompok,
subjek berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dari pada
perempuan. Jumlah total subjek untuk masing-masing
kelompok yang berhasil menyelesaikan rangkaian
kegiatan hingga selesai berjumlah hampir berimbang,
102 pada kelompok A dan 103 kelompok B. Limabelas
subjek tidak berhasil menyelesaikan pengamatan akibat
pindah alamat, berkunjung ke tempat lain dalam waktu
yang lama, dan alamat rumah yang tidak jelas. Semua
subjek yang tidak datang dilakukan pelacakan untuk
memastikan bahwa ketidak hadirannya bukan karena
171
Ni Putu Siadi Purniti dkk: Perbandingan keamanan dan konversi tuberkulin vaksin BCG Strain Moskow dan Pasteur
Sari Pediatri, Vol. 17, No. 3, Oktober 2015
efek samping vaksin.
Pada pengamatan reaksi lokal yang timbul dalam
30 menit, hanya terjadi kemerahan 3% pada kelompok
B, sedangkan pada kelompok A tidak ada timbul reaksi
lokal cepat.
Gambar 1 memperlihatkan reaksi lokal berupa
kemerahan terbanyak timbul pada kunjungan ke-4,
yaitu 60 hari pasca imunisasi 70 (68,6%) subjek pada
kelompok A dan 82 (79,6%) subjek pada kelompok B.
Pola yang mirip juga terjadi pada pengerasan jaringan
lunak.
Gambar 2 memperlihatkan gambaran keropeng
pada bekas tempat suntikan menurut kunjungan
terus meningkat, dan mencapai puncaknya pada kunjungan
ke-5, yaitu 62 (60%) subjek pada kelompok
A dan 77 (75%) pada kelompok B. Jaringan parut
juga menunjukkan pola yang sama dengan kejadian
keropeng.
Jaringan parut mempunyai pola kejadian yang
sama dengan keropeng dengan kejadian terbanyak
timbul pada kunjungan ke-5, yaitu 68 (66,6%) subjek
pada kelompok A dan 65 (63,1%) pada kelompok B.
Angka ini tidak berbeda secara bermakna dengan nilai
p=0,578. Kejadian lokal lainnya adalah pembesaran
kelenjar getah bening.
Kejadian Keropeng
0 0
14
30
62
38
77
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
K1 K2 K3 K4 K5
Kunjungan
Jumlah (n)
Grup A
Grup B
Gambar 2. Gambaran kejadian keropeng menurut kunjungan
Gambar 1. Jumlah kemerahan pada tempat suntikan menurut
kunjungan
Kemerahan pada Tempat Suntikan
0
13
49
70
34
3
26
54
82
45
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
K1 K2 K3 K4 K5
Kunjungan
Jumlah
Grup A
Grup B
Pembesaran kelentah getah bening
regional
Gambar 4. Pembesaran Kelenjar Getah Bening Menurut
Kunjungan
Tabel 1 Distribusi subjek menurut jenis kelamin
Jenis kelamin
Grup Total A B
n%n%n%
Perempuan 46 45.1 42 40.8 88 42.9
Laki-Laki 56 54.9 61 59.2 117 57.1
Total 102 100 103 100 205 100.0
0 0
2
000
1 1
0 0 0
0.5
1
1.5
2
2.5
K1 K2 K3 K4 K5 K6
kujungan
Jumlah
Grup A
Grup B
0 0 6
52
68
0 2
42
65
0
20
40
60
80
K1 K2 K3 K4 K5
Kunjungan
Jumlah (n)
Grup A
Grup B
Gambar 3. Gambaran kejadian jaringan parut menurut
kunjungan
Jaringan Parut
172
Ni Putu Siadi Purniti dkk: Perbandingan keamanan dan konversi tuberkulin vaksin BCG Strain Moskow dan Pasteur
Sari Pediatri, Vol. 17, No. 3, Oktober 2015
Tabel 2. Distribusi subjek menurut hasil uji tuberkulin
Hasil tes tuberculin K6
Kelompok Total
A B
n%n%n%
Negatif 77 75.5 73 70.9 150 73.2
Positif 25 24.5 30 29.1 55 26.8
Total 102 100 103 100 205 100.0
Kejadian tertinggi pada kelompok A adalah saat
kunjungan ke-3, yaitu 2 (2%) kasus pada kelompok A
dan 1 pada kunjungan ke-3 dan ke-4 pada kelompok
B. Pembesaran kelenjar getah bening bersifat regional,
masing-masing pada ketiak kanan, leher kanan (kelompok
A), dan leher (kelompok B). Pembesaran kelenjar
getah bening tidak berlangsung lama, paling lama
hilang dalam waktu seminggu.
Tidak ditemukan reaksi sistemik pasca imunisasi
BCG, seperti osteitis, osteomyelitis, maupun diseminasi
BCG. Uji tuberkulin dilakukan pada kunjungan
kelima (K-5).
Jumlah subjek yang mengalami konversi tuberkulin
adalah 24,5% untuk kelompok A dan 29,1% kelompok
B. Berdasarkan hasil analisis statistik dengan interval
kepercayaan 95% didapat hasil p=0,205 dengan
perbedaan rerata (mean difference) adalah antara –
2,287 sampai 0,495. Karena nilai p (0,205) >0,05,
disimpulkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara
reaksi tuberkulin yang muncul pada kunjungan ke-6
(enam).
Kejadian ikutan pasca imunisasi serius
Selama pengamatan terdapat 11 kejadian ikutan pasca
imunisasi serius. Adapun KIPI serius yang terjadi tidak
tercatat sebagai KIPI vaksin BCG, baik pada literatur
maupun pada leaflet. Semua diagnosis disertai dengan
hasil pemeriksaan penunjang yang mendukung. Berdasarkan
hasil analisis dan pemeriksaan penunjang,
tidak satupun dari KIPI serius disebabkan oleh vaksin
BCG. Semua kasus KIPI serius adalah ko-insidens dan
berakhir dengan kesembuhan.
Pembahasan
Vaksin BCG dibuat dari Mycobacterium bovis
yang dilemahkan dengan pasase dari kultur secara
berulang pada medium yang mengandung gliserol,
potongan kentang, dan kaldu sapi. Terdapat empat
strain utama yang digunakan sekarang, antara
lain strain Pasteur 1173 P2 yang digunakan di 14
negara, strain Denmark 1331 dan strain Glaxo 1077
yang berasal strain Denmark dan strain Tokyo 172.
Meskipun strain vaksin BCG di dunia berasal dari
satu induk yang sama, perlakuan yang berbeda di
masing-masing laboratorium akan menghasilkan
sifat strain yang berbeda. Berdasarkan uji pada
hewan, strain Pasteur 1173 P2 dan strain Denmark
1331 merupakan strain yang termasuk kategori
strain yang kuat, sedangkan strain Glaxo 1077 dan
strain Tokyo 172 termasuk dalam kategori strain
yang lemah.2,8
Pada 90%-95% penerima imunisasi BCG akan
mengalami reaksi lokal yang dimulai dengan papula
pada minggu kedua atau lebih. Kemudian mengalami
ulserasi dan kemudian sembuh meninggalkan jaringan
parut (skar).8,9 Limfadenitis supuratif dapat terjadi
100-1000/juta dosis. Reaksi sistemik yang pernah
dilaporkan adalah osteitis (1-700/juta dosis) dan
limfadenitis diseminata (1,56-4,29/juta dosis).8,9
Pada penelitian kami, 30 menit pasca imunisasi,
tidak ditemukan adanya reaksi cepat yang berbahaya
seperti syok anafilaktik. Reaksi cepat yang ditemukan
pada kelompok B 3 bayi yang mengalami kemerahan
pada tempat suntikan. Pada kunjungan hari ke-7 pasca
imunisasi terdapat 12,7% pada grup A dan 25,2%
grup B yang mengalami reaksi lokal berupa kemerahan.
Meskipun kelompok B mengalami kemerahan hingga dua
kali lebih banyak, kemerahan ini hanya selama 1-2 hari
saja. Kemerahan meningkat hampir mendekati separuh
subjek pada pengamatan hari ke-30 (K3), dan mencapai
68,6%-79,6% pada bulan kedua (K4), kemudian turun
menjadi 33,3% dan 44,1% pada bulan ketiga.
Keropeng timbul pada kunjungan ketiga, yaitu
pengamatan pada 30 hari setelah imunisasi, 13,7%
pada kelompok A dan 13,6% kelompok B, meningkat
menjadi 14,6% dan 18,5% pada bulan kedua dan
173
Ni Putu Siadi Purniti dkk: Perbandingan keamanan dan konversi tuberkulin vaksin BCG Strain Moskow dan Pasteur
Sari Pediatri, Vol. 17, No. 3, Oktober 2015
meningkat menjadi 30,2% dan 37,6% pada bulan
ketiga. Berdasarkan literatur, reaksi lokal yang terjadi
pasca imunisasi BCG memang sangat lazim. Pada
90%-95% penerima imunisasi BCG akan mengalami
reaksi lokal yang dimulai dengan papula pada minggu
kedua atau lebih. Kemudian mengalami ulserasi dan
sembuh dengan meninggalkan jaringan parut (skar).8-10
Gambaran tersebut sangat mirip dengan yang terlihat
pada penelitian ini, umumnya reaksi lokal mulai setelah
kunjungan kedua (hari ke-7). Gambaran kemerahan
yang ditemukan paling banyak terjadi sekitar 70%-82%
mendekati angka yang diperoleh menurut literatur. Bila
dibandingkan dengan literatur, jumlah reaksi lokal yang
tergolong ringan ini masih terjadi dalam batas normal,
yaitu kurang dari 90% pada kedua kelompok vaksin.
Jaringan parut yang timbul pasca imunisasi antara
kelompok A dan B terjadi hampir sama, 66,6%
pada kelompok A dan 63,1% kelompok B. Berbeda
pada penelitian sebelumnya oleh Tanuwidjaja dkk11
yang mendapatkan skar 97,8% pada kelompok yang
menerima vaksin BCG strain Pasteur 1173P2 dan
93,9% pada kelompok vaksin BCG strain Copenhagen
1331 yang dilakukan pada tahun 2001. Perbedaan
tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya usia
bayi pada saat diimunisasi. Pada penelitian ini semua
bayi diimunisasi pada usia kurang dari 7 hari, sedangkan
pada penelitian Tanuwidjaja dkk dilakukan pada bayi
yang lebih besar, dengan rata-rata usia >24 hari. Dengan
demikian, kemampuan untuk menghasilkan jaringan
parut juga akan lebih besar.
Faktor lain yang juga menyebabkan perbedaan ini
adalah waktu pengamatan jaringan parut dilakukan
setelah 6 bulan, mungkin saja terjadi jaringan parut
akan semakin besar. Sementara pada penelitian ini
pengamatan jaringan parut dilakukan pada bulan ketiga,
yang ditemukan proses reaksi lokal masih berlangsung
pada bulan ketiga pengamatan karena masih ditemukan
kemerahan, pengerasan. dan pengumpulan nanah.
Namun, jaringan parut yang dihasilkan pada kelompok
A dan B tidak berbeda bermakna p=0,578.
Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) mulai
terlihat pada kunjungan ketiga (pengamatan 8-30
hari) 2 subjek pada kelompok A dan 1 kelompok B,
turun menjadi 1 anak pada pengamatan bulan kedua
di kelompok B (subjek yang berbeda dari pembesaran
KGB kunjungan sebelumnya). Pembesaran KGB
yang terjadi sembuh dengan sendirinya karena pada
kunjungan kelima tidak ditemukan lagi adanya subjek
dengan pembesaran kelenjar getah bening. Tanuwidjaja
dkk11 melaporkan 2 kasus pembesaran KGB pada
kelompok yang menerima vaksin Bio Farma, yaitu pada
1 bulan pasca imunisasi. Hal tersebut mirip dengan
gambaran yang ditemukan pada penelitian kami, baik
untuk vaksin BCG produksi Bio Farma maupun vaksin
BCG produksi SII. Pada penelitian lain, di Polandia,
ditemukan kasus limfadenitis (pembesaran KGB)
dengan jumlah yang cukup besar. Kasus limfadenitis
ditemukan 42/64 (67,2%) dari 109 kasus pasca vaksinasi
BCG tahun 2003-2006 di Polandia dan 28/64 (43,8%)
memerlukan tindakan pembedahan.12 Dibandingkan
dengan studi di Polandia ini, limfadenitis yang terjadi
pada kedua kelompok A dan B sangat rendah.
Pada penelitian ini dilaporkan 11 kejadian
ikutan pasca imunisasi serius. Namun, tidak satupun
merupakan reaksi vaksin. Semuanya termasuk kasus
dengan klasifikasi KIPI ko-insidens. Tidak ditemukan
juga adanya reaksi serius pasca imunisasi BCG,
seperti infeksi BCG diseminata, ataupun osteitis, dan
osteomielitis.
Reaksi tuberkulin dilakukan pada hari ke-90 atau
bulan ketiga. Pengamatan reaksi tuberkulin dibaca pada
48 jam pasca penyuntikan PPD. Pada penelitian ini
reaksi tuberkulin ditemukan 24,5% pada kelompok
A dan 29,1% kelompok B. Bila dibandingkan dengan
studi yang dilakukan oleh Tanuwidjaja dkk, pada tahun
2004, konversi tuberkulin ditemukan 52,7%, 63,2%,
dan 74,2% pada bayi yang diberikan vaksin BCG pada
usia 1,2, dan 3 bulan. Pada penelitian ini disimpulkan
juga bahwa semakin dini bayi diberikan imunisasi
BCG maka semakin kecil konversi tuberkulinnya.13
Hal tersebut dapat menjelaskan bahwa konversi
tuberkulin pada penelitian ini lebih rendah karena
bayi diimunisasi pada usia rata-rata 0-2 hari. Dengan
demikian, kemungkinan konversi tuberkulin akan
lebih rendah dari 52,7%. Selain usia, banyak faktor
yang memengaruhi hasil uji tuberjulin, jenis PPD
yang digunakan, dan status mikobakterium pada
lingkungan. Bayi kurang dari 6 minggu umumnya
menunjukkan hasil uji tuberkulin yang negatif.7
Hal
tersebut semakin memperkuat bahwa semakin muda
usia dilakukannya uji tuberkulin maka akan semakin
kecil angka konversinya.
Kesimpulan
Vaksin BCG strain Pasteur produksi Bio Farma dan
vaksin BCG strain Moskow produksi SII menunjukkan
174
Ni Putu Siadi Purniti dkk: Perbandingan keamanan dan konversi tuberkulin vaksin BCG Strain Moskow dan Pasteur
Sari Pediatri, Vol. 17, No. 3, Oktober 2015
profil keamanan dan konversi tuberkulin yang relatif
sama.
Daftar pustaka
1. Galazka AM.WHO. Global programme for vaccines and
immunization expanded programme on immunization.
The immunological basis for immunization series.
Geneva: Modul 5:1993; 1-12.
2. Smith KC, Orme IM, Starke JR. Tuberculosis vaccine.
Vaccines. Edisi ke-5.USA: Saunders; 2008.h.857-86.
3. WHO. Acute respiratory infections. update September
2009:1-8. Diakses 10 November 2014. Diunduh dari:
http://www.who.int/vaccine_reasearch.diseases/ari/en/index4.
html. .
4. Corbett EL, Watt CJ, Walker N. The growing burden
of tuberculosis:global trends and interactions with the
HIV epidemic. Arch Intern Med 2003;163:1009-21.
5. WHO-SEARO. Tuberculosis control in South East Asia
Region, Annual report 2014:1-99.
6. Departemen Kesehatan RI. Strategi nasional pengendalian
TB di Indonesia 2010-2014. Depkes 2011.h.1-80.
7. WHO. Weekly epidemiological record. BCG Vaccine.
WHO Position Paper 2004;4:27-38.
8. WHO. Information sheet; observed rate if vaccine
reactions Bacille Calmette-Guerin (BCG) vaccine.
Geneva: WHO;2012.h.1-5.
9. WHO, Department of vaccines and biologicals.
Supplementary information on vaccine safety. Geneva:
WHO;2000.h.14-7.
10. Departemen Kesehatan RI. KOMNAS PP KIPI. Pedoman
tatalaksana medik kejadian ikutan pasca imunisasi
(KIPI) bagi petugas kesehatan. Jakarta: Edisi ke5.
Depkes;2005.h.3-17.
11. Suganda Tanuwidjaja, Eddy Fadlayana. Kejadian
Ikutan Pasca Imunisasi BCG Galur Copenhagen 1331
dan Pasteur 1173P2 pada bayi 0-2 bulan. Maj Kedokt
Bandung 2002;34:74-81.
12. Gotebiowska M, Abdrzeiewska E, Stryiewska I.
Adverse events following BCG vaccination in infants
and children up tu 36 months of age. Przegi Epidemil
2008;62:71-5.
13. Tanuwidjaja S, Rusmil K, Fadlyana E, Dhamayanti
M, Kartini H. Tes tuberkulin dan jaringan parut satu
tahun setelah vaksinasi BCG yang dilakukan pada umur
0-2 bulan, laporan akhir. Bandung: FK UNPAD-Bio
Farma;2004.h.1-25.

Item Type: Article
Subjects: L Education > L Education (General)
Divisions: Faculty of Law, Arts and Social Sciences > School of Education
Depositing User: USDI USDI Universitas Udayana
Date Deposited: 20 Jul 2020 12:24
Last Modified: 20 Jul 2020 12:24
URI: https://erepo.unud.ac.id/id/eprint/5996

Actions (login required)

View Item View Item